Kebijakan tentang Penyuluhan Agama Islam di Indonesia

 


Anjani Pramesti

NIM.2201016037

Prodi : BPI-A2


  

Kebijakan tentang Penyuluhan Agama Islam di Indonesia

 

Menurut KBBI, kebijakan adalah serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang pemerintahan organisasi, dan sebagainya (KBBI). Menurut Munawar (2017: 21) kebijakan adalah seperangkat keputusan dan kesepakatan yang diambil oleh seorang pelaku politik upaya memilih tujuan-tujuan serta cara-cara dalam mencapi tujuan yang diharapkan. Selain itu terdapat pendapat lain menurut  Carl J. Friedrick mendefinisikan kebijakan sebagai suatu tindakan yang diajukan seseorang dan pemerintah dalam sebuah lingkungan tertentu dengan melihatkan faktor-fakor penghambat dan berbagai peluang terhadap pelaksanaan usulan atau kesepakatan tersebut dalam mencapai tujuan tertentu (Suwirti, 2008: 16). Jadi kebijakan adalah suatu rancangan ide atau usulan yang dapat menjadi acuan dalam melaksanakan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan mempertimbangakan faktor penghambat untuk dapat mencapai peluang atau keberhasilan dari tujuan yang diinginkan 

 

Berdasarkan hal tersebut di atas, Apa yang dimaksud dengan Kebijakan Penyuluh Agama Islam dalam kaitannya dengan kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah agar dapat digunakan sebagai sarana untuk melaksanakan kegiatan penyuluh agama Islam di Indonesia. Mengenai kebijakan pemerintah mengenai perluasan agama Islam di Indonesia, ada beberapa hal: 

1.      Keputusan Menteri agama Republik Indonesia Nomor 648 Tahun 2020 tentang pedoman pengangkatan pegawai negri sipil dalam jabatan fungsional penyuluh agama melalui penyesuaian atau inpassing.

 Ada beberapa kebijakan dalam keputusan menteri Republik Indonesia Nomor 648 Tahun 2020 ini salah satunya adalah jabatan fungsional penyuluh agama adalah jabatan yang mempunyai tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan bimbingan atau keagamaan dan penyuluhan agama, pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama, tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan bimbingan atau keagamaan dan penyuluhan agama serta pembangunan kepada masyarakat melalui bahasa agama. Sehingga, penyuluh agama yang diangkat menjadi PNS diberikan tugas, tanggung jawab dan wewenang serta hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan kepada masyarakat melalui Bahasa agama.

 

2.      Kebijakan Kementerian Agama Republik Indonesia nomor DJ. III/432 Tahun 2016 mengenai petunjuk teknis pengangkatan penyuluh agama Islam non PNS. Kebijkan ini berisikan mengenai syarat rekrutmen penyuluh agama Islam non PNS yang teridiri dari persyaratan umum dan persyaratan khusus. Selain itu, dalam kebijkan kementrian agama republik Indonesia nomor DJ. III/432 Tahun 2016 juga membahas mengenai tata cara open recruitment penyuluh agama Islam non PNS serta standar kompetensi penyuluh agama Islam non PNS. Berikut adalah standar kompetensi penyuluh:

a.       Kompetensi Ilmu Keagamaan, meliputi:

1)      Mampu membaca dan memahami al-Qur’an

2)      Memahami Ilmu Fiqih

3)      Memahami Hadist

4)      Memahami Sejarah Nabi Muhammad SAW

b.      Kompetensi Sosial, meliputi:

1)      Mampu menyampaikan ceramah Agama/ Khutbah

2)      Mampu meberikan konsultasi Agama

c.       Kompetensi Sosial, meliputi:

1)      Cakap dalam bermasyarakat

2)      Aktif dalam organisasi keagamaan/ kemasyarakatan

d.      Kompetesi Moral, melliputi:

1)      Berakhlak mulia

2)      Tidak sedang terlibat dalam masalah hukum

3.      Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 tentang jabatan fungsional penyuluh agama dan angka kreditnya adalah acuan dasar bagi pernyuluh agama. Dalam keputusan bersama Menteri Agama RI dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 574 tahun 1999 dan nomor 178 tahun 1999 mengenai jabatan fungsional penyuluh agama dan angka kreditnya, keputusan bersama menteri agama RI dan kepala badan kepegawaian Negara nomor 574 tahun 1999, terdapat tiga fungsi penyuluh seperti :

a.       Fungsi informatif dan edukatif

Fungsi informatif dan edukatif adalah fungsi dimana penyuluh agama islam harus memposisikan diri sebagai dai yang memiliki kewajiban untuk menyebarkan kebaikan agama, memberikan edukasi dalam rangka penerangan agama dan mendidik masyarakat dengan baik sesuai dengan agama.

b.      Fungsi konsultatif

Fungsi konsultatif adalah penyuluh berperan sebagai seorang konsultan yang dapat membantu masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan masyarakat baik secara pribadi, keluarga maupun umum.

c.       Fungsi administratif

Fungsi administratif adalah fungsi dimana penyuluh memiliki tugas untuk merencanakan, melaporkan dan mengevaluasi kegiatan baik penyuluhan ataupun bimbingan yang telah dilakukannya (Amirulloh, 2016: 4).

 

4.      Kebijakan Menteri Agama Nomor 516 Tahun 2003 Tentang “Petunjuk Pelaksanaan jabatan Fungsional Penyuluh Agama dan Angka Kreditnya” pada kebijakan ini menjelaskan tentang beberapa tugas penyuluh agama yaitu untuk melakukan dan mengembangkan kegiatan bimbingan atau penyuluh agama melalui sudut pandang agama.  Selain itu menurut keputusan Menteri Agama RI No. 164 Tahun 1996. Penyuluh agama adalah sebagai pembimbing umat beragama baik secara mental, moral, dan ketaqwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Selaras dengan kebijakan Menteri Agama tersebut, maka punyuluh agama mempunyai peran yang sangat penting dalam mencapai cita-cita bangsa dan negara Republik Indonesia (Dahlan, 2017: 111).

 

5.      Keputusan Dirjen Bimnas Islam Nomor 298 Tahun 2017 Tentang pedoman Penyuluh Agama Non PNS. Pada keputusan tersebut disebutkan dalam lembar ke-5 yaitu “ Bahwa Penyuluh Agama Islam Non Pegawai Negeri Sipil (PNS) Merupakan mitra Dikretorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementrian Agama yang menjalankan tugas bimbingan dan penyuluhan untuk menciptakan masyarakat Islam yang taat beragama dan sejahtera lahir dan batin”. Dengan adanya kebijakan ini dapat menjadi pedoman Penyuluh Agama Non PNS dalam menjalankan tugas penyuluhan dapat berjalan dengan efektif dan efisien (Rohman, 2018: 141).

 

6.      Peraturan presiden Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2006, mengenai tunjangan jabatan fungsional penyuluh agama. Peraturan ini menggantikan Keputusan Presiden Nomor 113 Tahun 2001.

 

7.      Kebijakan pemerintah dalam menindaklanjuti peraturan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999 dengan terbitnya buku “Petunjuk Teknik Jabatan Fungsional Penyuluh Agama”.


Komentar